Anak Saya Kalah Lomba
Soal yang hampir tak bisa Anda hindarkan ketika menjadi orang tua adalah mendapati anak yang ikut berlomba dan kalah. Lomba apa saja, karena anak-anak memang masih ingin menjadi apa saja, tak terkecuali anak-anak saya.
Tak ada kekalahan yang enak. Beberapa di antaranaya malah menyakitkan. Melihat anak sakit oleh sebuah kekalahan adalah pemandangan yang bikin masgul. Berikut ini ada beberapa cara untuk menghadapi kekalahan.
Pertama, sakit secara bersama-sama. Si anak kecewa, orang tua apa lagi. Meskipun dari mulut orang tua bisa berkata: ''Tak usah kecewa. Masih ada kesempatan,'' tapi nasihat ini tak banyak gunanya karena kekecewaan terdalam justru terdapat di wajah orang tua ini. Nasihat ini lebih untuk menghibur hati mereka sendiri katimbang hati anaknya.
Kedua, labrak saja dewan juri dan protes bahwa penilaiannya tidak jujur. Betapa ada peraturan lomba yang tidak dijalankan dan itu merugikan peserta termasuk anak Anda. Protes ini diharapkan agar memberi kesan bahwa kekalahan itu bukan kerena anak kita goblok tapi karena lomba yang penuh kecurangan.
Di dunia politik, strategi ini terkenal dengan taktik pengalihan isu. Jika isu ini terlalu keras, ada cara isu yang lebih lunak, misalnya: ''Anak saya sakit. Ketika ikut lomba badannya sedang panas. Saking panasnya sampai ketika ketiaknya saya ukur, termometernya bengkok begini.''
Ketiga, Anda bisa menempuh apa yang dilakukan teman saya ini. Sepanjang anak masih mudah dikibuli, katakan saja ia selalu menjadi pemenang dalam setiap lomba yang ia ikuti. Caranya mudah, sebelum lomba usai, ajak dia pulang dan belikan piala di pasar grosir dan tulis namanya lengkap dengan gelar juaranya.
Ke empat adalah cara yang amat sulit, tetapi saya sangat ingin mencobanya, yakni menikmati kekalahan. Melihat wajah anak yang sedang kalah, adalah melihat wajah saya sendiri ketika sedang menjalani penderitaan serupa.
Itulah wajah yang malu, sakit, marah, kecil hati dan kecewa. Merasakan derita serupa sedang menimpa anak saya, adalah perasaan menyakitkan. Tetapi kekalahan demi kekalahan dalam lomba yang banyak saya derita di masa remaja itu ternyata adalah modal yang baik sekali bagi kekuatan saya di hari ini. Terutama kekuatan menertawai diri sendiri.
Banyak sekali perubahan dalam hidup saya ketika saya mulai mudah tertawa termasuk pada soal-soal yang selama ini saya anggap menyakiti hati. Maka jika kekalahan ternyata mendatangkan manfaat sebaik ini, betapa keliru jika saya tidak mengembangkan prasangka baik terhadap kekalahan sejak dini. Saya termasuk terlambat menyemai perilaku ini, sehingga terlalu banyak rasanya waktu yang saya habiskan untuk sakit di hadapan kekalahan.
Saya ingin tidak cuma anak saya, tetapi juga siapa saja merasakan sensasi kekalahan ini. Berani sakit, berani malu, berani memberikan kemenangan kepada pihak yang berhak, adalah latihan mental yang baik sekali.
Keberanian semacam itulah yang ternyata menjadi modal untuk menjadi pemenang di kelak kemudian. Bukan cuma sekadar menjadi pemenang sebuah perlombaan tetapi juga menang dalam kehidupan. ''Jadi, anakku, kamu boleh kalah dalam lomba, tetapi jangan kalah di dalam hidup.'' (Prie GS) *Suaramerdeka.com 10032010
0 Response to "Anak Saya Kalah Lomba"
Posting Komentar