Anak Saya Kalah Lomba

Selasa, 23/03/2010

Soal yang hampir tak bisa Anda hindarkan ketika menjadi orang tua adalah mendapati anak yang ikut berlomba dan kalah. Lomba apa saja, karena anak-anak memang masih ingin menjadi apa saja, tak terkecuali anak-anak saya.

Tak ada kekalahan yang enak. Beberapa di antaranaya malah menyakitkan. Melihat anak sakit oleh sebuah kekalahan adalah pemandangan yang bikin masgul. Berikut ini ada beberapa cara untuk menghadapi kekalahan.

Pertama, sakit secara bersama-sama. Si anak kecewa, orang tua apa lagi. Meskipun dari mulut orang tua bisa berkata: ''Tak usah kecewa. Masih ada kesempatan,'' tapi nasihat ini tak banyak gunanya karena kekecewaan terdalam justru terdapat di wajah orang tua ini. Nasihat ini lebih untuk menghibur hati mereka sendiri katimbang hati anaknya.

Kedua, labrak saja dewan juri dan protes bahwa penilaiannya tidak jujur. Betapa ada peraturan lomba yang tidak dijalankan dan itu merugikan peserta termasuk anak Anda. Protes ini diharapkan agar memberi kesan bahwa kekalahan itu bukan kerena anak kita goblok tapi karena lomba yang penuh kecurangan.

Di dunia politik, strategi ini terkenal dengan taktik pengalihan isu. Jika isu ini terlalu keras, ada cara isu yang lebih lunak, misalnya: ''Anak saya sakit. Ketika ikut lomba badannya sedang panas. Saking panasnya sampai ketika ketiaknya saya ukur, termometernya bengkok begini.''

Ketiga, Anda bisa menempuh apa yang dilakukan teman saya ini. Sepanjang anak masih mudah dikibuli, katakan saja ia selalu menjadi pemenang dalam setiap lomba yang ia ikuti. Caranya mudah, sebelum lomba usai, ajak dia pulang dan belikan piala di pasar grosir dan tulis namanya lengkap dengan gelar juaranya.

Ke empat adalah cara yang amat sulit, tetapi saya sangat ingin mencobanya, yakni menikmati kekalahan. Melihat wajah anak yang sedang kalah, adalah melihat wajah saya sendiri ketika sedang menjalani penderitaan serupa.

Itulah wajah yang malu, sakit, marah, kecil hati dan kecewa. Merasakan derita serupa sedang menimpa anak saya, adalah perasaan menyakitkan. Tetapi kekalahan demi kekalahan dalam lomba yang banyak saya derita di masa remaja itu ternyata adalah modal yang baik sekali bagi kekuatan saya di hari ini. Terutama kekuatan menertawai diri sendiri.

Banyak sekali perubahan dalam hidup saya ketika saya mulai mudah tertawa termasuk pada soal-soal yang selama ini saya anggap menyakiti hati. Maka jika kekalahan ternyata mendatangkan manfaat sebaik ini, betapa keliru jika saya tidak mengembangkan prasangka baik terhadap kekalahan sejak dini. Saya termasuk terlambat menyemai perilaku ini, sehingga terlalu banyak rasanya waktu yang saya habiskan untuk sakit di hadapan kekalahan.

Saya ingin tidak cuma anak saya, tetapi juga siapa saja merasakan sensasi kekalahan ini. Berani sakit, berani malu, berani memberikan kemenangan kepada pihak yang berhak, adalah latihan mental yang baik sekali.

Keberanian semacam itulah yang ternyata menjadi modal untuk menjadi pemenang di kelak kemudian. Bukan cuma sekadar menjadi pemenang sebuah perlombaan tetapi juga menang dalam kehidupan. ''Jadi, anakku, kamu boleh kalah dalam lomba, tetapi jangan kalah di dalam hidup.'' (Prie GS) *Suaramerdeka.com 10032010

Read Users' Comments (0)

Dengan Puasa Hati Jernih Untuk Berpikir dan Berdzikir

Jum'at, 19/03/2010

Diantara hikmah puasa adalah agar supaya hati kita jernih untuk berpikir dan berdzikir karena banyak makan minum serta memuaskan syahwat menyebabkan kelalaian dan adakalanya hati menjadi keras dan buta dari kebenaran karenanya.

Rasulullah -Shallallahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam bersabda: "Tidaklah seseorang anak adam itu memenuhi suatu bejana yang lebih jelek dari pada perut. Cukuplah bagi seseorang makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika terpaksa harus menambahnya, hendaknya sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya." (HR. Imam Ahmad dll).

Nafsu perut adalah termasuk perusak yang amat besar. Karena nafsu ini pula Adam -Alaihis Salam dikeluarkan dari surga. Dari nafsu perut pula muncul nafsu kemaluan dan kecenderungan kepada harta benda, dan akhirnya disusul dengan berbagai bencana yang banyak. Semua ini berasal dari kebiasaan memenuhi tuntutan perut.

Sedikit makan itu melembutkan hati, menguatkan daya pikir, serta melemahkan hawa nafsu dan sifat marah. Sedangkan banyak makan akan mengakibatkan kebalikannya.

Berkata Abu Sulaiman Ad-Darani –Rahumahullah: "Sesungguhnya jiwa apabila lapar dan haus menjadi jernih dan lembut hatinya dan apabila kenyang menjadi buta hatinya."[www.hatibening.com]

Read Users' Comments (0)

Buat Apa Semangat Ibadah Menjelang Ujian

Rabu, 17/03/2010

Ferry Fadillah :
Ibu saya pernah berkata kepada adik saya, “ De, bulan Mei kamu akan menghadapi UN, lihat tuh temen kamu aja bangun jam 4 dini hari untuk shalat tahajud terus belajar, soalnya kakak nya sukses semua setelah melakukan itu.” Adik saya ini sekarang kelas 6 SD dan menurut berita yang ada akan menghadapi Ujian Nasional pada awal Mei 2010, tetapi yang saya amati selama ini adalah bahwa pelajaran yang ia pelajari disekolah hanyalah semata-mata untuk menghadapi ujian sekolah dan ujian sekolah. Yang ada adalah pembodohan manusia kecil dengan kefasihan mereka menghapal teks-teks matematika, IPS, IPA, Agama, PKN dan sebagainya. Seharusnya pelajaran ini diubah menjadi kata pendidikan, biarpun matematika sekalipun seharusnya kita sebut dan perlakukan sebagai pendidikan. Pendidikan itu mengubah pola pikir, cara hidup, dan kedewasaan seseorang dari mulai nol sampai tingkat tertentu. Dan menghapal hanya menjadikan manusia berfikir secara tekstual tanpa memberi kesempatan bagi otak untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan lain dan mengembangkan kreativitas. Jadi saya sangat menyayangkan jika motivasi awal para pelajar dewasa ini ketika menghadapai Ujian Nasional adalah ‘menghapal agar bisa menghadapi ujian’. Oleh karena itu, saya berharap agar semua pelajar di Indonesia mengubah motivasi awal nya dalam mengahadapi ujian sekolah dalam bentuk apapun menjadi : belajar agar paham guna memajukan pola pikir, meningkatkan cara hidup, dan mematangkan kedewasaan serta menambah wawasan.

Yang akan saya bahas lebih lanjut sebenarnya kata-kata ibu saya tersebut yang pada intinya mengajarkan kepada anaknya agar mendekatkan diri kepada Tuhan ketika akan menghadapi ujian. Memang secara fitrah manusia akan mendekatkan diri kepada Tuhan ketika ia akan menghadapi ujian. Saya jadi teringat masa SMA dahulu, begitu penuhnya mushala kami yang kecil dengan siswa kelas III yang akan menghadapi ujian. Hal ini berlaku musiman, hanya terjadi ketika menempuh kelas III dan ketika menginjak ke semester 2. Saya pun termasuk orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan secara musiman tersebut. Dengan semangat menggebu untuk mendapatkan PTN Favorit di kota bandung saya lakukan shalat Tahajud setiap malamnya, saya lakukan shalat Dhuha setiap paginya, bahkan saya lakukan puasa daud sebelum menghadapi ujian. Obsesi begitu amat tinggi dan tentu saja hal ini saya barengi dengan persiapan material seperti les di lembaga pendidikan terkenal di kota Bandung, mengikuti tambahan pelajaran di sekolah, dan berdiskusi pelajaran dengan teman. Tahukah anda apa yang terjadi ketika saya menghadapi SNMPTN , tidak ada satupun pilhan saya yang lolos dalam tes tersebut, yang ada hanyalah kekecewaan dan kemurkaan, lebih-lebih melihat mereka, yang dinilai secara subjektif oleh para siswa sebagai orang yang santai dalam mengahadapi SNMPTN tetapi berhasil lolos dalam pilihannya.

Setelah kejadian tersebut saya tinggalkan semua ibadah sunah yang pernah saya lakukan, tahajud itulah, dhuha itu lah dan puasa daud itulah, SAYA TINGGALKAN SEMUA. Ini bentuk kekecewaan saya dan perenungan bahwa toh mereka yang tidak beribadah seperi saya ini tetap saja dapat mendapatkan PTN Favorit impiannya. Saya lantas berfikir, apakah memang Tuhan tidak mendengarkan doa saya? Apakah Tuhan tidak bisa mendengar? Apakah Tuhan memang memiliki kuasa untuk menjadikan sesuatu?

Semua kemelut dan pertanyaan dalam otak saya yang telah jenuh dengan kegagalan akhirnya terjawab setelah saya diterima dan menjadi perantau di sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan di Bali. Menjadi anak kostan dengan minimnya hiburan di dalamnya menajadikan saya menjadi intens untuk membuka pustaka-pustaka islami dan motivasi yang saya bawa dari Bandung dan yang paling terutama adalah Al-Quran.

Setelah saya membaca pusataka-pustaka tersebut dan menghubungkan dengan kegagalan saya selama ini, maka saya membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

PERTAMA, ada kesalahan dalam niat saya ketika melakukan ibadah –ibadah tersebut. Saya selama itu dan sebanyak melakukan ibadah itu ternyata telah membuat sebuah niat yang mungkin mencemburui Tuhan. Betapa tidak niat saya adalah mendapatkan kelulusan, bukan Ridha Tuhan Yang Maha Esa. Dalam buku yang telah saya baca entah halaman berapa dan buku apa, saya lupa, menyatakan bahwa dalam melakukan sebuah Ibadah hal yang terpenting adalah niat, dan niat yang terbaik adalah menggapai Ridha Tuhan. Saya telah mengabaikan hal ini dan ketika saya gagal, saya menjadi tidak ridha dengan kegagalan tersebut, bahkan saya semakin jauh dari Tuhan (dalam arti positif). Jadi pada intinya apabila kita menjadikan Ibadah (termasuk doa) kita selama ini dengan niatan awal menggapai kehidupan duniawi maka bersiaplah dikecewakan dunia, dan apabila kita menjadikan ibadah kita selama ini dengan niatan menggapai ridha Allah maka kita pun akan siap untuk ridha menerima hasil yang Tuhan berikan. Kesimpulan saya ini bukanlah sebuah hipotesa saja, karena sudah saya praktikan dalam kehidupan saya, dan Ibadah saya terasa menjadi lebih ringan, ikhlas dan tidak melekat kepada hal-hal keduniawian.

KEDUA, adalah kesalahan saya untuk tidak mempercayai bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik pada umatnya. Saya tidak percaya ini dan kehidupan saya menjadi penuh kekecewaan setelah gagal menghadapi ujian. Saya berharap kepda pembaca agar percaya sajalah kepada hal ini, percayalah bukan hanya sekedar percaya, tetapi benar-benar percaya. Buktinya setelah ditolak oleh PTN Favorit saya diterima oleh PTK Favorit. Jika di PTN saya harus merogoh kocek jutaan rupiah untuk iuran semester, uang seragam, uang praktik dan uang-uang lain berkenaan dengan pendidikan. Di PTK saya hanya merogoh kocek untuk biaya hidup, semua hal-hal berkenaan tentang pendidikan di tanggung oleh negara. Ini merupaka pilihan terbaik yang diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan saya, mengingat pada saat itu keluarga saya sedang mengalami krisis finansial. Begitu adilnya kan Tuhan, maka percaya sajalah.

KETIGA, saya tidak menyediakan waktu luang untuk melihat dan menikmati proses kehidupan ini. Begitu gigihnya saya dalam beribadah dan belajar sampai-sampai lupa untuk menjaga kesehatan saya, yang ada hati menjadi kacau beliau. Jasmani yang terganggu karena obsesi dalam melakukan Ibadah dan belajar telah menjadikan ada sebuah ketidak tenangan dalam hati saya. Hiburan yang terbengkalai membuat hati saya beku akan keindahan dunia ini dengan segala kemajuan dan perbedaanya. Saya jadi ingat kata-kata seorang guru zen, “ kehidupan akan di penuhi kebahagiaan jika kita meluangkan waktu kita untuk menikmati proses kehidupan serta menjaga keseimbangan kehidupan jasmani, kehidupan rohani dan kehidupan materi.”. Inilah kalimat yang telah mencerahkan saya dalam menjalani kehidupan ini.

KEEMPAT, saya belum memantaskan diri untuk mendapatkan doa yang saya panjatkan. Saya berdoa tetapi saya tidak belajar seperti mahasiswa PTN Favorit tersebut, saya tidak berpola pikir seperi mahasiswa PTN Favorit tersebut dan saya juga tidak sesemangat seperti mahasiswa PTN Favorit tersebut. Dan tentulah, apakah saya pantas berada di PTN Favorit tersebut?. Saya kerap kali menyalahkan Tuhan atas nasib yang saya terima. Dan saya tercerahkan bahwa Tuhan memberikan kita kebebasan seluas-luasnya untuk menentukan nasib kita sendiri asalkan kita memantaskan diri kita untuk nasib tersebut. Seperti aya Al-Quran :

“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni’mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri , dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (AL-Anfal: 53)

Saya jadi teringat dengan kekasih (yang telah menjadi sumber inspiasi saya) yang berargumen tentang makna keajaiban. Dan saya simpulkan bahwa keajaiban akan Tuhan berikan kepada kita selaku hambanya khusus kepada kita yang telah memantaskan diri untuk mendapatkan keajaiban tersebut.

Itulah kesimpulan-kesimpulan yang telah saya paparkan. Pada akhirnya akhirnya saya sadar menjadi sesadar-sadarnya bagaimana cara menghadapi sebuah kegagalan dalam kehidupan ini. Tentu di atas adalah pemaparan tentang ujian sekolah tetapi saya yakin bahwa hal ini akan relevan untuk menghadapi semua ujian-ujian dalam kehidupan kita ini. saya sendiri bukanlah seorang Rohis yang dengan semangat keTuhanan dapat mengahapal ratusan ayat-ayat Al-Quran dan mengeluarkannya ketika membuat sebuah kajian, saya sendiri bukan seorang alim yang begitu semangatnya menjaga nilai-nilai kehidupan seperti yang sudah disuratkan AL-Quran dan Al-Hadist, saya juga bukan seorang yang berpendidikan tinggi dan berotak cerdas yang dengan mudahnya menggunaka kata-kata ‘mewah’ dalam membuat kajian. Karena saya adalah saya, dengan segala kelemahan dan kelebihan, yang hanya berusaha menghubungkan kehidupan yang lalu dengan isyarat-isyarat Tuhan, dan berharap agar menjadi manfaat bagi semua manusia di bumi ini.

*puasa daud adalah puasa yang dilakukan sehari berpuasa dan sehari lagi tidak/ selang sehari tidak puasa *Kompas.com 17032010

Read Users' Comments (0)

Bantu Anak Sukses Ujian

Senin, 15/03/2010

Orang tua mana yang tak akan cemas melihat anak-anaknya yang duduk di bangku sekolah dasar, menengah atau atas, bahkan perguruan tinggi sedang menghadapi ujian di sekolahnya. Secara langsung atau tidak, ini melibatkan sisi emosional orang tua.

Bermacam perasaan campur aduk jadi satu, mulai dari terlihat panik, cemas bahkan deg-degan. Tak jarang juga ketakutan menghantui jika ternyata si anak tidak mampu mengerjakan soal atau harus gagal ujian. Tak bisa ditawar lagi, mengikuti ujian adalah kewajiban setiap pelajar untuk menentukan nilai akademiknya.

Sebagai orang tua, sebaiknya Anda berdiri di posisi "supporter", bukan "hakim" atau "polisi" yang seakan menyelidik si anak dan malah membuatnya tidak nyaman. Dengan bersikap mengayomi, anak Anda akan lebih terpacu untuk belajar lebih giat dan bersemangat menghadapi ujian.

1. Sediakan ruangan khusus untuk belajar yang nyaman bagi anak di rumah. Suasana belajar yang tenang, bersih dan nyaman akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar anak sehingga memacu konsentrasinya dalam menyerap pelajaran. Usahakan juga agar penataan ruang belajarnya mengikuti selara anak, ini agar anak merasa betah menghabiskan waktunya belajar.

Lengkapi ruang belajar anak dengan beberapa perlengkapan dan fasilitas pendukung, seperti rak buku, buku, alat tulis, papan tulis atau komputer. Untuk mempermudah anak mencari data-data tambahan dari berbagai sumber sambungkan juga dengan jaringan internet.

2. Perlu sekali mengulang pelajaran yang telah dipelajari di sekolah. Setelah jam makan siang dan istirahan 30-60 menit, ajaklah anak Anda mengulang pelajarannya. Dampingi anak menyimak buku-buku pelajarannya. Tanyakan apa saja kesulitan yang ia temui selama belajar mata pelajaran hari ini, dan cari pemecahan jawabannya sama-sama.

Hal ini tentu saja agar anak mendapat pemahaman lebih mendalam. Dan saat menghadapi ujian sekolah, anak Anda akan merasa lebih percaya diri dan siap mengerjakan soal-soal ujian dengan baik dan benar.

3. Anda tentu sudah lupa pelajaran-pelajaran di jaman Anda masih bersekolah, atau bahkan kurikulum pelajarannya telah banyak berubah. Hal ini tentu saja tidak akan banyak membantu disaat anak mengalami kesulitan memecahkan soal-soal yang sulit.

Untuk mengatasinya, belajarlah bersama anak. Anda bisa ikut membaca buku-buku pelajarannya atau mencari beberapa referensi melalui buku-buku atau internet. Kesiapan Anda ini tentu sangat membantu anak Anda menghada[i kesulitannya memecahkan soal-soal.

4. Ciptakan komunikasi dan diskusi yang intens dengan anak tentang pelajaran-pelajaran, kegiatan dan hal-hal lain yang terjadi di sekolahnya. Ajukan pertanyaan tentang kesulitan apa yang dialaminya saat belajar, siapkah dia menghadapi ujiannya, atau apakah in berminat ikut les atau kursus.

Meski Anda dan pasangan sibuk di kantor, sebuah komunikasi yang tercipta dan terjaga antara Anda dan anak adalah bentuk perhatian Anda terhadap perkembangan anak. Anak merasa diperhatikan dan ini menumbuhkan semangat dalam dirinya untuk belajar giat.

5. Jangan terlalu keras mendisiplinkan anak untuk belajar. Beri sedikit jeda pada mereka untuk bermain agar anak tak merasa bosan dan tertekan. Meski esok adalah masa ujiannya, cobalah ajak buah hati Anda untuk refreshing sejenak. Anda bisa mengajak anak bermain bersama, atau jalan-jalan ke mall atau tempat rekreasi. Suasana baru yang menyegarkan ini akan membuat pikiran anak lebih relaks dan tidak stress menghadapi ujiannya.

6. Satu hal yang penting adalah mencukupi kebutuhan gizi anak. Biasakanlah anak untuk sarapan sebelum berangkat ke sekolah, ini penting untuk mendongkrak kerja otaknya sehingga lebih fokus menerima pelajaran. Selain itu penuhi juga gizi anak dengan makanan bernutrisi dan bergizi lengkap serta menjauhkan dari makan mengandung bahan-bahan pengawet. *Suaramerdeka.com 13032010

Read Users' Comments (0)

Anggrek Melengkung

Rabu, 10/03/2010

Di sisi kiri pagar rumah saya ada anggrek hutan yang dipot begitu saja. Saya sebut begitu saja, karena sebetulnya ia anggrek yang tak terawat. Kalau pun selalu kami sirami, tak lebih untuk sebuah kewajaran saja. Tetapi dari sisi tata letak, perawatan dan perhatian, ia adalah tanaman sebatang kara. Terburuk adalah letaknya yang sedemikian rupa itu sehingga cahaya sama sekali tidak pernah menjangkaunya. Ia nyelip diujung pagar dengan matahari yang selalu terhalang untuk menyentuhnya. Tegasnya, ia anggrek tanpa sinar.

Tetapi selama ia berada di pagar itu, tak henti-hentinya ia memberi kami bunga jika musimnya telah tiba. Ungu, segar dan tahan berlama-lama. Jika bunga itu merekah, bukan cuma kami yang menyapa, tetapi juga orang-orang lewat dan para tetangga. ''Duh cantiknya,'' begitu biasanya kata mereka. Setiap komentar, membuat kami bahagia. Begitulah memang watak pujian. Jika pun ia dialamatkan kepada barang-barang kita, bahagiannya akan singgah ke kita juga.

Setelah sekian lama anggrek ini memberi kami bunga padahal dengan perawatan ala kadarnya, sampailah saya pada keheranan yang tak kami pikir sebelumnya. Yakni, betapa seluruh tubuh angrek ini ternyata bergerak ke satu jurusan saja, yakni menjulur ke luar, tepat ke bibir pagar arahnya. Gerakan ini tidak kami bentuk, tetapi anggrek itu sendirilah yang membentuk.

Butuh waktu bertahan-tahun bagi tanaman ini untuk membengkokkan diri seperti itu, tetapi agaknya itulah satu-satunya cara agar ia hidup, bertumbuh dan bisa mendermakan elok lewat bunga-bunganya. Butuh waktu bertahun-tahun! Dan taksiran saya, lebih dari sepuluh tahun sudah sejak anggrek itu ada di sana.

Lalu siapa yang meminta anggrek ini melengkungkan tubuh untuk menuju arah yang sama? Ternyata adalah kebutuhannya atas cahaya. Pojok yang dihuni anggrek ini adalah sisi gelap dan cuma di luar pagar itulah cahaya berada. Setitik demi setitik anggrek ini menjulurkan tubuhnya. Sel demi sel ia mengulur diri untuk menuju cahaya.

Cahaya itu memang cuma beberapa inchi saja dari tubuhnya, ia cukup di luar pagar, wilayah yang tak terhalang tembok tetangga. Tetapi bagi anggrek ini, itulah jarak yang amat jauh, yang harus ditempuh dengan hitungan tahun, lebih dari sepuluh tahun karena pot itu telah ada di sana sejak putri kecil saya yang balita dan kini ia telah beranjak dewasa.

Saya jadi malu pada anggrek yang senantiasa berjuang mencari cahaya tanpa mengeluh ini. Sebuah perjalanan yang intens, yang secara konsisten ia lakukan tak peduli apakah kami sedang memperhatikannya atau tidak. ''Yang saya tau, cahaya itu ada di sana, dan langkah ini, harus terus menuju ke sana,''begitulah pasti tekat anggrek ini.

Tak perlu saya menebak-nebak karena ia telah menyodori kami bukti atas seluruh jerih payahnya. Maka setiap melihat anggrek itu, saya melihat kekuatan keyakinan, atas segala sesuatu, betapapun lemahnya, siapapun akan menjadi amat kuat jika ia sedang rindu berjalan menuju cahaya. (Prie GS) *Suaramerdeka 05032010

Read Users' Comments (1)komentar

Sudah di Ujung Lidah tapi Lupa !

Rabu, 03/03/2010

Sebal rasanya kalau tiba-tiba anda lupa suatu istilah, padahal rasanya sudah di ujung lidah tapi mendadak lupa. Suatu penelitian mempelajari hubungan antara fenomena kelupaan ini dengan tingkat keseringan pemakaian kata-kata tertentu. Temuan riset ini bisa membantu ilmuwan memahami cara otak kita mengatur dan mengingat bahasa.

Untuk mempelajari fenomena ini para peneliti mempelajari orang-orang yang fasih dalam dua bahasa dan juga orang-orang tuli yang berkomunikasi memakai bahasa isyarat sesuai standar Bahasa Isyarat America (ASL).

"Kami ingin melihat apakah orang-orang yang memakai bahasa isyarat bisa juga mengalami kelupaan mendadak itu," jelas Karen Emmorey, direktur dari Laboratorium Bahasa dan Ilmu Syaraf Kognitif di San Diego State University.

Emmorey dan para rekannya menemukan bahwa ternyata para pemakai bahasa isyarat juga kadang mengalami fenomena kelupaan mendadak itu, dan frekuensinya juga hampir sama dengan pemakai bahasa verbal biasa, yaitu kira-kira seminggu sekali.

Terlebih lagi, mirip dengan para pemakai bahasa verbal yang kadang lupa suatu istilah tapi kira-kira tahu huruf awalnya, para pemakai bahasa isyarat juga bisa lupa tapi kira-kira tahu sebagian gerakan untuk suatu istilah. Dan bila lupa, para pengisyarat itu lebih bisa mengingat-ingat bentuk tangan ketika menggerakkan suatu istilah, atau bagian tubuh mana yang dipakai untuk istilah itu dan arahnya, daripada mengingat gerakannya sendiri.

Emmorey memandang hal ini sebagai suatu kesamaan dengan para pembicara verbal, karena kedua grup ini sama-sama bisa mengingat suatu kata melalui awalannya. "Dalam bahasa ada suatu keistimewaan dalam awalan," tutur Emmorey.

Salah satu dugaan mengapa kita kadang lupa suatu istilah adalah karena mungkin di otak kita, pada saat bersamaan, muncul kata lain yang mirip bunyinya sehingga otak kita terhalang untuk mengingat kata yang dimaksud. Mekanisme ini disebut hambatan fonologis.

Untuk menguji teori ini, tim Emmorey membandingkan orang-orang yang bilingual dengan orang-orang yang bisa ASL dan juga Bahasa Inggris.

Suatu penelitian lain sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang-orang bilingual lebih sering mengalami fenomena lupa-di-ujung-lidah ini dibanding orang yang hanya fasih dalam satu bahasa. Para ahli menyimpulkan bahwa dengan penguasaan dua bahasa maka orang-orang bilingual juga dua kali lebih rentan untuk mengalami hambatan fonologis.

Kalau memang benar begitu, maka semustinya ini tak terjadi pada orang-orang yang bisa bahasa verbah (Inggris) dan juga bahasa isyarat ASL, karena semustinya kedua cara komunikasi itu tak saling 'bertabrakan', satunya mengandalkan bunyi sedangkan satu lagi gerakan. Tapi ternyata, dibandingkan orang-orang yang bilingual Inggris-Spanyol, orang-orang yang bisa Bahasa Inggris, dan ASL mengalami kelupaan di ujung lidah ini sama seringnya. Maka bisa dilihat bahwa dalam hal ini bukan hambatan fonologis biang masalahnya.

Jadi Emmorey kini mencurigai bahwa kelupaan ini adalah karena pemakaian yang kurang sering. Sederhananya, makin jarang suatu kata dipakai, maka makin sulit otak mengingatnya. Jadi misalnya orang tersebut bilingual Inggris-Indonesia maka kemungkinan separuh waktunya ia memakai Bahasa Inggris, dan separuh lagi memakai Bahasa Indonesia, jadi waktunya terbagi kalau dibanding dengan orang yang cuma berbahasa tunggal.

Tentunya ide ini harus diuji lebih lanjut dulu. Emmorey memaparkan hasil penelitiannya para pertemuan tahunan Asosiasi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Amerika di San Diego, California, 19 Februari, 2010. *Kompas.com 26022010

Read Users' Comments (0)